Permata Itu Bersinar Kembali

Seorang Bapak dengan tutur kata yang santun menghubungi saya. Terdengar dari perkataannya, dia adalah orang yang terpelajar. Dia menghubungi saya untuk masalah anak remajanya. 

Jarang sekali saya menemukan seorang ayah yang begitu memperhatikan masalah anak, biasanya para ibu yang sibuk dan kuatir dengan perkembangan anak-anak. Dan beberapa ayah juga sulit diajak bekerja sama dalam hal memperbaiki perilaku anak. Mereka umumnya berperan sebagai penyedia uang dan fasilitas lainnya untuk berbagai jenis penanganan masalah anak, kecuali keterlibatan mereka. Namun, Bapak ini berbeda.

Sebelum memberikan kesimpulan, saya mendengar lebih banyak penuturannnya lewat telepon. Memahami sikap hingga kualitas relasi orangtua adalah bagian penting dalam penanganan masalah anak dan remaja. Karena anak adalah produk dari kondisi orang-orang dan lingkungan di sekitarnya, terutama orangtua.

“Anak kami bernama Kenzie Parama, dia duduk di kelas 1 SMA. Belakangan ini sering tidak masuk kelas, namun dia tetap pergi ke sekolah. Terkadang dia bersembunyi sangat lama di toilet. Dan kami beberapa kali mendapat panggilan dari pihak sekolah untuk hal ini. Saat di dalam kelas pun kalau tidak membuat keributan dia akan bengong,” ungkap ayah itu melalui telepon. 

Sikapnya yang paling parah adalah minggu lalu ketika dia memprovokasi beberapa temannya untuk membuat keributan di sekolah, sehingga menyebabkan beberapa anak perempuan mengalami histeria massal. Perbuatan ini membuatnya diskors dari kegiatan sekolah, dan pihak sekolah meminta agar di masa skors dia mendapatkan konseling atau terapi. 

“Untuk itulah kami ingin menemui Ibu dan meminta bantuan untuk mengatasi masalah anak kami ini,” jelasnya.

“Apakah Bapak dan Ibu pernah membawanya untuk konseling ke psikolog?” tanya saya.

“Pernah Bu, untuk menjalankan test IQ beberapa tahun yang lalu, namun sehubungan dengan permasalahan ini, kami belum mendiskusikannya ke siapa pun selain Ibu. Kami berdua, suami isteri, memiliki latarbelakang pendidikan psikologi, meskipun saat ini pekerjaan kami tidak di bidang ini. Kami menyadari pasti ada yang salah dengan cara kami mendidik anak, sehingga dia bisa menjadi seperti ini. Kenzie adalah anak tunggal kami, Ibu tentu mengerti bagaimana kekhawatiran kami,” jelasnya lebih lanjut.

“Masalah anak Bapak dan Ibu pasti bisa diatasi. Saya sangat meyakininya,” kata saya. 

Ini bukan basa-basi untuk menghibur atau meyakinkan calon klien, namun saya menyampaikan hal ini karena mendapatkan kesan bahwa kedua orangtua sangat terbuka untuk bekerja sama dengan baik.

Selama berbicara via telepon, tidak sekalipun bapak tadi menyalahkan anaknya, melainkan hanya mencari tahu lebih banyak hal-hal yang mereka bisa lakukan sebagai orangtua. Ini syarat yang harus dipenuhi oleh orangtua untuk keberhasilan mengatasi permasalahan anak.

Saya meminta kedua orang tua bertemu saya terlebih dahulu tanpa membawa anak. Dari pertemuan dengan orang tua tersebut, saya mendapatkan beberapa informasi berikut:

  1. Saat SD hingga kelas 2 SMP, Kenzie adalah anak yang baik, rajin beribadah.
  2. Prestasi dan minat sekolahnya menurun sejak di kelas 2 SMP, demikian juga dengan ibadahnya.
  3. Saat SD dia pernah dirisak (bully) oleh teman-temannya.
  4. Saat ini dia dikenal sebagai anak yang memberontak dan suka melawan kebijakan guru.
  5. Setiap ada keributan di kelas dia pasti dituduh sebagai biang keributan tersebut.
  6. Sering menghilang tanpa kabar, sulit dihubungi jika bersama teman-temannya, hal ini membuat orang tua sangat khawatir. Meskipun hilang kontak umumnya terjadi karena hal teknis, seperti handphone habis daya dan sebagainya.
  7. Orangtua memiliki tipe pengasuhan demokratis.



Gara-gara Test IQ 

Tibalah waktu untuk bertemu dengan Kenzie. Kenzie adalah pemuda yang memiliki wajah tegas, dengan tatapan mata yang tajam, meskipun saat menemui saya terlihat sikapnya tidak berdaya. 

“Kenapa kamu menyakiti dirimu sendiri, Kenzie?” tanya saya.

“Maksud Tante?” tanyanya bingung.

“Bukankah dengan tidak menjadi dirimu yang terbaik artinya Kenzie sedang menyakiti diri sendiri?” dia hanya diam, tetapi terlihat dia sedang mencerna pertanyaan tadi.

“Apa yang memotivasi kamu untuk memprovokasi teman-teman sehingga menyebabkan histeria massal?” tanya saya tanpa menunggu jawaban dari pertanyaan saya sebelumnya. Dan saya memang tidak berharap itu dijawab, melainkan untuk direnungkan oleh Kenzie.

“Ibu tahu engga histeria massal itu seperti kesurupan?” 

“Saya tahu.”

“Tante percaya dengan kesurupan?”

“Bagi saya itu adalah kondisi meluapnya sebuah tekanan dari dalam perasaan seseorang yang dipicu oleh sebuah kejadian spesifik yang sesuai dengan konten tekanannya saat itu.”

“Betul itu, Tante. Makanya saya bersama teman-teman mengaturnya. Saya belajar caranya dari internet. Saya ingin menunjukkan kepada guru-guru bahwa Tuhan tidak perlu disembah dengan melafalkan ayat-ayat di kitab suci. Tetapi ayat-ayat itu harus diamalkan dalam tingkah laku kita. Hanya saja guru saya tidak percaya. Dia bilang ayat-ayat punya kekuatan. Makanya saya buat kejadian kesurupan itu, supaya gurunya tahu bahwa ayat-ayat tidak punya kekuatan gaib.”

Saya sempat terpana mendengar penjelasannya. Jika dipandang dari sudut yang berbeda, kenakalan Kenzie ini berubah menjadi kualitas spiritual yang masih muda, yang masih lemah kebijaksanaannya.

Kenzie kenyang dengan motivasi negatif. Motivasi negatif adalah upaya untuk membangkitkan semangat seseorang dengan cara menghina, menjatuhkannya, membandingkan dengan yang lebih baik, membuat merasa bersalah dan tindakan lain yang serupa. Sayangnya motivasi negatif bukan cara yang tepat untuk membuat Kenzie menjadi lebih baik.

Untuk itu selama dua jam saya melakukan hal sebaliknya. Memberikan motivasi positif, membuatnya kenal dengan dirinya sendiri, memberitahukan potensi dan cara memaksimalkan potensi tersebut. Kenzie setuju dengan semua yang saya sampaikan. Dia mau mencapai potensi maksimalnya.

 

Jadi Duta Sekolah

Langkah pertama, dimulai dari menghilangkan penghambat yang ada di dalam pikiran. Hipnoterapi adalah metode yang tepat untuk menghilangkan penghambat mental. Kenzi pun mengikuti sesi hipnoterapi formal. Setelah mendapatkan penjelasan tentang hipnosis dan hipnoterapi, remaja ini dibimbing untuk mengalami kondisi hipnosis yang dalam. 

Dengan teknik induksi Elman-Adi, semua prosedur induksi diikuti dengan baik. Setahap demi setahap dia turun ke kedalaman pikiran yang sesuai dengan teknik-teknik intervensi yang ditujukan untuk melenyapkan penghambat mentalnya. Teknik induksi ini adalah yang terbaik, karena memenuhi semua kriteria induksi untuk hipnoterapi klinis.

Setelah dia mencapai ke kedalaman yang sesuai dan pikiran bawah sadarnya disiapkan, dia pun melangkah ke proses selanjutnya. Emosi yang bisa dia rasakan begitu spesifik dan jelas. Ini sangat membantu untuk menemukan kejadian pencipta hambatan mental yang membentuk perilakunya saat ini.

“Delapanpuluh empat. Artinya aku bukan orang yang pintar. Otakku cuma segini aja kemampuannya, mau belajar bagaimana pun tetap aja enggak bisa,” ungkap Kenzie di kedalaman rileksasi. Angka 84 yang dimaksud merupakan nilai hasil test IQ yang dia peroleh, tidak lama setelah dia menjalani test kecerdasan intelektual.

Keyakinan salah yang muncul saat dia membaca hasil test IQ inilah yang membuatnya memiliki limiting belief (keyakinan yang membatasi) atas kemampuan dirinya sendiri terutama di aspek akademis. Maka yang saya lakukan adalah memberi edukasi pada pikiran bawah sadarnya atas kejadian tersebut, supaya penghambat mental berupa keyakinan yang salah itu berubah baik. Ini semua terjadi dengan mudah karena Kenzi berada dalam kondisi hipnosis yang dalam.

Proses edukasi pikiran bawah sadar telah selesai. Sebelum Kenzi dibimbing keluar dari kondisi hipnosis, Kenzi menjalani tiga tahap penutup yang membuat hasil positif yang telah dicapai menjadi stabil bahkan lebih baik lagi. Membimbing klien agar bisa mengikuti protokol hipnoterapi adalah bagian yang tidak bisa ditawar dan menjadi kunci keberhasilan sebuah terapi.

“Apa hikmah yang kamu dapatkan dari sesi ini, Kenzi?”

“Bahwa saya harus bijak memilih informasi yang boleh saya yakini.”

“Bagaimana caramu untuk memilih informasi yang boleh kamu yakini?”

“Apabila informasi ini baik untuk kemajuan hidup saya dan sesuai dengan nilai-nilai hidup saya.”

Kenzi telah berubah, orangtuanya telah diedukasi. Sayangnya dia masih menghadapi hambatan pada lingkungan sekolah, dalam hal ini adalah guru-guru, yang sudah terlanjur kesal dengan sikap Kenzi dua tahun belakangan ini. Mereka sulit untuk bisa percaya murid yang satu ini bisa berubah dalam waktu singkat. 

Sebuah insiden kecil terjadi di sekolah. Kenzi dituduh sebagai pemicunya dan Kenzi dikeluarkan dari sekolah. Saya mengatakan kepada orangtua, bahwa Kenzi terlalu berharga untuk dididik di sekolah seperti itu. Kenzi pantas untuk mendapatkan sekolah yang lebih baik. Akhirnya Kenzi dipindahkan ke sekolah lain, namun orangtua tetap menuntut kebenaran di sekolah lama Kenzi. 

Akhirnya dengan bukti dan saksi atas insiden tersebut dihadirkan, orangtua dapat membuktikan bahwa Kenzi bukanlah pelaku yang menyebabkan insiden tersebut. Secara tertutup, pihak sekolahnya yang lama mengakui kesalahan mereka dan meminta maaf.

Kenzi bisa menghadapi gelombang kehidupannya ini dengan sikap yang lebih tenang dan bijaksana. Di sekolah barunya dia mengukir prestasi demi prestasi. Saat kisah ini dituliskan, saya mendapat kabar bahwa Kenzi dipercaya oleh pihak sekolahnya (yang baru) untuk menjadi duta mereka dan dikirimkan ke salah satu negara yang memiliki sistem pendidikan terbaik di dunia. Tujuan Kenzi dikirim ke sana untuk belajar dari mereka dan juga memperkenalkan sekolahnya sendiri.

Semua pencapaian ini terjadi karena Kenzi bersungguh-sungguh mengejar hal yang memang pantas untuknya. Ditambah dukungan dan kasih yang berlimpah-limpah dari kedua orang tuanya, hasilnya menjadi sempurna. 



Dipublikasikan di https://rumahsejahtera.id/index.php?p=news&action=shownews&pid=1 pada tanggal 3 September 2021